Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Maksud
dari PP 46 Tahun 2013?
1.
Kemudahan dan
penyederhanaan aturan perpajakan;
2.
Mengedukasi
masyarakat untuk tertib administrasi;
3.
Mengedukasi
masyarakat untuk transparansi;
4.
Memberikan
kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara
Tujuan
dari PP 46 Tahun 2013?
1.
Kemudahan bagi
masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
2.
Meningkatnya
pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat
3.
Terciptanya
kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan
Hasil
apakah yang diharapkan?
- Perluasan partisipasi dalam pembayaran pajak
- Kepatuhan sukarela meningkat
- Meningkatkan penerimaan PPh dari Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu
- Penerimaan pajak meningkat sehingga kesempatan untuk mensejahterahkan masyarakat meningkat.
Dasar
Hukum:
ü Pasal 4
ayat (2) huruf e UU PPh:
Atas penghasilan tertentu lainnya
dapat dikenai PPh yang bersifat final yang diatur dengan berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
ü Pasal 17
ayat (7) UU PPh:
- Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan tertentu yang pajaknya bersifat final.
- Tarif tersebut tidak boleh melebihi tarif tertinggi PPh Orang Pribadi (30%).
- Penentuan tarif pajak tersendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan kesederhanaan, keadilan, dan perluasaan partisipasi dalam pembayaran pajak.
Siapakah
yang dikenakan Objek Pajak?
a) Penghasilan
dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak
dengan peredaran bruto
tidak melebihi Rp4,8 miliar
dalam 1 tahun.
b) Tidak
termasuk Penghasilan dari usaha adalah penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas
c) Peredaran bruto
merupakan peredaran bruto
dari usaha, termasuk dari usaha cabang.
Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas apakah yang dimaksud?
a. Pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. Pemain
musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain
drama, dan penari;
c. Olahragawan;
d. Penasihat,
pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. Pengarang,
peneliti, dan penerjemah;
f.
Agen iklan;
g. Pengawas
atau pengelola proyek;
h. Perantara;
i.
Petugas penjaja barang dagangan;
j.
Agen asuransi; dan
k. Distributor
perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan
langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Siapakah
yang dianggap subjek pajak?
a. Orang
pribadi
b. Badan,
tidak termasuk BUT,
Yang menerima penghasilan dari usaha
dengan peredaran bruto peredaran
bruto tidak melebihi
Rp4,8 miliar dalam
1 (satu) Tahun Pajak.
Siapakah
yang dikecualikan Objek Pajak
a. Wajib
Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa
yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar
pasang, baik yang menetap maupun yang tidak menetap dan menggunakan sebagai
ataupun seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi
tempat usaha atau
berjualan, misalnya pedagang
makanan keliling, pedagang asongan,
warung tenda di trotoar, dan
sejenisnya.
b. Wajib
Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka
waktu 1 (satu)
tahun setelah beroperasi
secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar.
Berapakah
tarif PP 46 tahun 2013?
a. Atas
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dengan peredaran bruto
tidak melebihi Rp4,8 miliar
dalam 1 tahun
dikenai PPh final dengan
tarif sebesar 1%
(satu persen) dari
jumlah peredaran bruto setiap bulan dari setiap tempat usaha
b. Pajak
penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1% (satu persen) dikalikan
dengan dasar pengenaan pajak, yaitu jumlah peredaran bruto setiap bulan dari setiap tempat usaha
PPh
Terutang= 1% x Peredaran Bruto setiap bulan
Kapan
PP 46 mulai berlaku?
Ø Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli Tahun 2013
Dasar
Penentuan Dikenakan PPh Final (1)
Pengenaan
PPh didasarkan pada
peredaran bruto dari
usaha dalam 1 (satu) tahun dari
Tahun Pajak terakhir
sebelum Tahun Pajak yang
bersangkutan yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar.
Dalam hal pada tahun berjalan,
peredaran bruto sudah melebihi Rp4,8 miliar,
tetap dikenai PPh final sampai dengan
akhir Tahun Pajak dan tahun berikutnya
dikenai ketentuan PPh umum
Dasar
Penentuan Untuk Dikenakan PPh Final (2)
a. Dasar peredaran bruto Rp4,8 miliar untuk dapat dikenai PPh final: peredaran bruto
tahun terakhir (setahun
atau disetahunkan, dalam hal
tahun terakhir meliputi kurang dari 12 bulan).
b.
Dalam
hal WP baru
terdaftar pada Tahun
Pajak yang sama sebelum PP
ini berlaku. dasar Peredaran
Bruto adalah: akumulasi peredaran bruto
dari bulan berdiri
s.d. bulan sebelum PP ini
berlaku, yang disetahunkan.
c. Dalam hal
WP baru terdaftar
setelah PP ini
berlaku. Dasar peredaran
bruto adalah: peredaran
bruto bulan pertama disetahunkan.
Penghasilan yang Dikenai
PPh Final Tersendiri
a. Penghasilan yang
telah dikenai PPh dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
tersendiri (a.l. konstruksi), tidak
dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan
PP ini.
b.
Peredaran bruto
usaha Wajib Pajak yang bersangkutan dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi Rp 4,8
miliar, tidak dikenai PPh
yang bersifat final
berdasarkan PP ini, tetapi mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang mengatur mengenai pengenaan pajak atas
penghasilan tersebut.
Penghasilan dari Luar Negeri
Pajak yang dibayar
atau terutang di
luar negeri atas penghasilan dari
luar negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan
yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya (sesuai ketentuan
Pasal 24 UU
PPh dan aturan
pelaksanaan yang mengatur tentang Kredit Pajak Luar Negeri).
Ketentuan Kompensasi Rugi
· Kompensasi
kerugian dilakukan mulai tahun fiskal berikutnya berturut-turut sampai dengan 5
(lima) tahun fiskal. Contoh : Jika PT. ABC mengalami kerugian pada tahun fiskal
2010, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan pada
tahun fiskal 2011 sampai dengan 2015.
· Tahun fiskal
dikenakannya PPh final berdasarkan PP ini tetap diperhitungkan sebagai bagian
dari jangka waktu sebagaimana dimaksud di atas. Contoh: Jika PT. CBA
pada tahun fisal 2014 dikenai PPh Final berdasarkan ketentuan PP ini, maka
jangka waktu kompensasi kerugian tetap dihitung sampai dengan tahun fiskal
2015.
· Kerugian pada
suatu tahun fiskal dikenakannya PPh final berdasarkan PP ini tidak dapat
dikompensasikan pada tahun fiskal berikutnya. Contoh: Jika PT. CBA pada tahun
fiskal 2014 dikenai PPh Final berdasarkan PP ini dan mengalami kerugian
berdasarkan pembukuan, maka atas kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan
dengan tahun fiskal berikutnya.
Comments
Post a Comment